Label

Senin, 14 Februari 2011

GURU PEMANDU, Ada Apa Denganmu (2)

Masa trainer usai sudah. Guru pemandu dipenuhi  sesak idealisme dan optimisme (atau bahkan mungkin kebingungan?) yang memunculkan berbagai pertanyaan. Barangkali 5W1H tidak cukup mampu menampung keragaman yang muncul. Dan memang itulah seharusnya,"kebaruan memang selalu memunculkan pertanyaan". Bukankah itu lebih baik dibanding kebaruan yang memunculkan kebingungan?

Kenyataan, belantara pusat eksplorasi guru pemandu yang bernama KKG, bukanlah hutan kota yang nyaman dengan taman tertata rapi. Ada banyak arogansi di sana, ada chauvinis bertopeng senioritas, ada pesimisme, ada kemalasan, ada kemunafikan terbungkus selembar kertas profesi, dan keberadaan keniscayaan lain yang menyebabkan guru pemandu harus tergagap-gagap menyikapi situasi. Kenyataan yang demikian keruh nyaris saja melunturkan optimisme dan kembali menyuburkan kebingungan yang telah terbibit selama ini. Cukupkah kesaktian yang hanya diperoleh 10 hari menjadi pamungkas demikian banyak masalah?

Selalu ada yang pertama, demikian pepatah bijak berkata. Dan itulah yang menjadi penanda apakah sebuah daun akan gugur atau terus tumbuh subur. Jika Mario Teguh menyemangati, "Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba. karena di situlah kita menemukan dan membangun kesempatan untuk berhasil". Maka, itulah langkah pertama bagi seorang guru pemandu untuk mengklaim dirinya gugur atau tumbuh.


Sebuah cerita menarik muncul dari tiga gugus di Kecamatan Kismantoro, Gugus Madyantara, Gugus Setia, dan Gugus Muser Indah. Sampai pertemuan kedua, pertemuan ketiga, guru pemandu masih dibingungkan dengan kegagalan, kolaborasi antar guru pemandu pun dimunculkan berawal dari pertanyaan sederhana, "Apa salahnya berkolaborasi? Toh sepuluh kepala lebih baik dari satu kepala?" Mulailah ketiganya membangun kebersamaan sebagai manifestasi kata mencoba. Realisasinya, H-1 menjelang pertemuan KKG, guru pemandu ketiga gugus merencanakan pola apa yang sebaiknya dipakai untuk pemberdayaan peserta, bagaimana langkahnya, indikasi hambatan yang muncul, perkiraan tingkat responsi peserta, dan yang penting lagi seberapa jauh guru pemandu mampu mengakses konsep-konsep pemanduan dalam pertemuan. Jadi semacam RPP-lah bentuknya. Selama ini yang merupakan kesulitan level satu adalah aktivitas dan  mengajak peserta untuk menjadi produsen tugas terstrutur, tagihan atau bentuk produk yang lain. Bahkan ada rumor yang berkembang, tugas dan tagihan inilah yang menjadi faktor penyebab mengapa kehadiran peserta KKG menjadi rendah. Nah lo....??

Beberapa manfaat dapat diambil dalam perencanaan pertemuan di H-1 tersebut. Bahkan saking semangatnya, ada kalanya guru-guru pemandu ini harus berdebat sengit untuk memutuskan konsep apa yang memang diindikasikan layak untuk ditampilkan. Sisi lain, pertemuan secara tidak langsung menjadi outodidac learning community bagi pesertanya. Nah!! Aneh khan! Mengapa demikian. Tunggal guru, dan yang jelas rasa malu ternyata menjadi penyemangat bagi peserta untuk sebelum hadir di lokasi melakukan pemahaman terhadap berbagai hal sehubungan materi pembahasan pertemuan itu.

Pucuk dipinta ulam pun tiba. Penyemangat pun datang tanpa diundang. Ada beberapa jabatan hirarkis di tingkat kecamatan yang tergugah kepeduliannya untuk cawe-cawe atas usaha positif guru pemandu ini. Pengawas, atau kepala sekolah pun terkadang menyempatkan hadir sekedar berpartisipasi menyumbangkan ide dan inisiatifnya yang barangkali dapat membantu menggiatkan guru pemandu. (Sayangnya informal metting seperti ini tidak terdokumentasi!!). Namun kehadiran mereka lebih dari cukup bagi guru pemandu. Nah Bagaimana hasil akhir di lapangan???

Pertemuan pertama pasca informal metting, ternyata yahud juga. Di Gugus Madyantara ketiga guru pemandu yang saat itu menerapkan model map mapping dengan pola kelompok materi kajian kritis, mau tidak mau harus geleng-geleng kepala dengan aktivitas peserta. Nyaris hanya beberapa gelintir peserta saja yang terkesan memiliki aktivitas rendah selama pelaksanaan kegiatan. Kiganya dapatlah tersenyum simpul ketika beberapa orang guru super senior (karena 2 tahun lagi pensiun) harus berdebat panjang lebar dengan sesama anggota kelompok mempermasalahkan model bahasa yang harus dipergunakan untuk presentasi nantinya. Toh demikian ada juga kata sayangnya, ternyata satu kelompok  harus gerundelan karena sebelum mereka tampil presentasi, waktu pertemuan telah habis. Walah...

Memang betul Mario Teguh, tugas kita memang bukanlah untuk berhasil...... Jadi untuk guru pemandu, mencoba dan membangun kesempatan untuk berhasil itulah yang paling perlu. So, kalau ada guru pemandu yang kemudian gugur meski baru di langkah pertama tentu kita perlu bertanya, "Guru Pemandu, ada apa denganmu?"

3 komentar:

  1. ijin copy paste bebrapa paragraf Pak/Bu guru. buat nambah referensi. Trims..

    BalasHapus
  2. Artikel diatas akan lebih bagus lagi bila termuat di buletin Forum, untuk itu mhon ijin donlod biar teman2 di lain gugus yg tidak onlen sempat membacanya lewat buletin. Salam...

    BalasHapus